Cari Blog Saya (Rengg@)

Kamis, 22 April 2010

Membabi Butanya Hukum Indonesia akibat Kekuasaan demokrasi palsu.

Indonesia termasuk RULE OF LAW terkenal dengan Azas "Equality Before The Law"yang dimana azas ini menjadi landasan utama dalam sebuah ketatanegaraan. Azas Equality Before The Law yaitu suatu keadaan dimana seorang atau warga negara memiliki persamaan di depan hukum, maka azas ini diberlakukan kepada seluruh warga negara. Bisa dikatakan seperti itu karena hukumnya yang tegas dan tanpa pandang bulu. Tetapi hukum di Indonesia saat mengalami pergeseran arti dan perannya, seakan-akan hukum kita kehilangan taring dan dirampas kehormatannya oleh para Rahwana, sengkuni-sengkuni dan pengikutnya yang menyalah gunakan citra hukum tersebut. Apabila dikaitkan dengan kejadian-kejadian yang terjadi di Negara Kesatuan Repupblik Indonesia Tercinta ini suatu simbol institusi peradilan negara sudah bobrok bahkan bisa dikatakan hancur di balik layar maupun dalam implementasiannya. Begitu lucu and fun apabila Indonesia ini dikatakan sebagai negara hukum karena begitu banyaknya sebuah penyelesaian perkara yang ujung-ujungnya adalah uang dan kasusnya tiba-tiba lenyap begitu saja seperti orang jualan saja. Apakah masyarakatnya yang bodoh dan tidak tahu makna demokrasi itu sendiri atau para penegak hukumnya yang bodoh dan tidak tahu makna hukum dan demokrasi itu sendiri?, dan apakah Pemerintah kita yang dulu salah membuat sebuah institusi peradilan, maupun penegak hukumnya?, dan apakah juga undang-undang kita yang salah?, Masyarakat saat ini seperti dibutakan dan dibodohi sebuah product hukum yang dibuatnya sendiri tidak ada tujuan yang pasti, bahkan hukum yang dibuat salah dalam memberikan sanksi, keadilan yang tak berarah. Semua Penegak hukum maupun para Wakil rakyat yang dipercaya warganya saat ini tidak mempunyai kualitas yang bagus. Demokrasi dan hukum sangat erat kaitannya, apabila Demokrasi itu salah maka hukum akan membenarkan. Kalau kita flash back ke belakang sejenak maka kita akan temukan sebuah fungsi dan tujuan sebuah simbol institusi peradilan ini yang berlandaskan Undang-undang dasar 1945 dan Pancasila secara keseluruhan. Berubahnya institusi tersebut dikarenakan adanya faktor X' dan juga prakteknya pun orang-orang dari lembaga hukum dan juga lembaga peradilan. Faktor X' ini memicu adanya praktek "MARKUS"di seluruh lembaga peradilan negara karena dari faktor X'yang terjadi akan meng-infeksi seluruh jajaran atupun para petinggi negara. Apabila sekarang ini simbol pohon beringin sebagai salah satu simbol institusi peradilan sangat "IMPOSIBLE" pantasnya adalah Pohon Asem yang lebat tetapi bengkok-bengkok, seperti hukum itu sendiri. Bagi saya maupun masyarakat yang paham betul dan peduli akan keadilan sebuah hukum, simbol ini sekarang dapat diistilahkan sebagai "RUMAH PARA ORANG-ORANG BINGUNG DAN BODOH YANG DULUNYA KETIKA MENGENYAM ILMU TIDAK TAHU ILMUNYA DIGUNAKAN UNTUK APA". Keadaan seperti ini tidak ada usaha dari msyarakat untuk menggunakan hak demokrasinya, hanya mahasiswa dan justru harus menjadi motivator bagi seluruh masyarakat,mahasiwa, dan LSM karena kondisi seperti ini sudah tidak kondusif lagi dan harus ada tindakan yang membuat agar kondisi-kondisi seperti ini tidak lagi berjalan, dan harusnya 3 element ini harus bersatu padu dan mengkrtisisasi apabila kondisi ini masih berlangsung, apakah perlu suatu social movement? apakah diperlukannya lagi tragedi reformasi kedua untuk mengkondusifkan lagi sebuah peradilan di negeri tercinta ini? menurut (my filosof)"apabila suatu keadaan tidak bisa memberikan kepercayaan, maka perlunya sebuah perubahan untuk mencapai suatu yang baru yang bisa menjadi pedoman dalam kehidupan bernegara dan apabila sebuah kepercayaan itu di berikan hanya untuk tidak dijalankan maka haruslah sebuah pergerakkan ditegakkan seperti sanksi hukum yang tegas".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar